supernova

Archive for October, 2014|Monthly archive page

Monolog

In Uncategorized on October 24, 2014 at 2:12 pm

Jakarta, 24 Oktober 2014. Proses yang panjang sampai akhirnya di hari ini saya memberanikan diri menuangkan isi pikiran lewat blog. Sebenarnya ini cara lain untuk saya bisa bicara sama diri sendiri, setelah belasan kali saya monolog di dalam mobil saat sedang menyetir sendiri.

“What’s wrong with you?” tanya saya bicara sendiri.

Diam agak lama dan hanya bisa melontarkan helaan nafas yang terdengar lirih. Saya sebenarnya tau rasa itu, tapi saya kesulitan menemukan kata-kata yang pas untuk menyampaikannya. Bahkan kepada sahabat saya sekalipun. Kesempatan yang langka saya bertemu dengan Jessica, sahabat yang sebentar lagi menikah di bulan November. Ingin rasanya menceritakan kegundahan ini padanya tapi apa daya, saya tak rela mengatakannya di depan makhluk yang tengah berbahagia jelang pernikahannya itu. Saya bungkam sambil mencicipi ramen di restoran pilihannya dan mencoba tertawa di tengah pembicaraan kami.

Ah ya, saya ingat, saya sempat bercerita tentang rasa ini kepada kekasih. Ya walau tidak semua. Hm, mungkin itu sebabnya rasa ini enggan pergi.

Begitu juga kepada Sang Pencipta. Tak mampu berkata-kata, terkadang saya hanya menangis dan minta di kuatkan. Sehari dua hari saya kuat, kemudian selanjutnya kembali tumbang.

Saya kemudian mengerti, upaya itu terus gagal karena saya belum memberi waktu untuk bicara dengan diri saya sendiri. Otak saya memaksa untuk tidak melakukan hal itu dan memilih untuk memikirkan lain hal, seperti kerjaan misalnya, urusan jelang pernikahan dan urusan keluarga. Tak jarang ketiganya muncul ego masing-masing karena merasa berhak dipikirkan terlebih dahulu. Bahkan sampai di titik ini pun, saya masih merasa enggan membeberkan persoalan saya dengan gamblang.

Saat hari libur tiba, saya sangat bereuphoria akan kedatangan hari yang saya fikir akan membuat hidup terasa lebih mudah. Tapi tanpa sadar waktu 24 jam itu malah habis untuk menyelesaikan pekerjaan lain yang menanti untuk di selesaikan. Ternyata, sulit untuk membuat otak ini berfikir sedikit lebih santai.

Di malam ini ketika saya sudah terbaring di tempat tidur, rasa itu datang lagi. Rasa ingin di mengerti dan di pahami yang datang dari diri sendiri. Rasa yang terus berteriak ketika saya hendak meninabobokan seluruh pikiran itu. Saya sudah lama membiarkan diri saya diam.

“Oke, saya beri kamu waktu. Coba jawab pertanyaan saya yang tadi,” kata saya lagi dalam hati.

Saya kembali dengan diam. Kali ini agak lama, dengan mata terpejam saya sempat merasakan kantuk. Meski pelan, namun saya masih bisa mencerna apa yang terucap dari bibir saya sendiri, “Saya lelah, istirahat lah Astri!”.